Wacana Tarif PPN Turun 8% di 2026, Angin Segar Daya Beli

Wacana Tarif PPN Turun % di Angin Segar Daya Beli

Szeto Accurate Consultants – Wacana penyesuaian tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) kembali mengemuka. Pemerintah Indonesia membuka opsi untuk mengkaji ulang besaran tersebut pada pertengahan tahun 2026. Lembaga riset seperti Center of Economic and Law Studies (CELIOS) bahkan mengusulkan angka yang lebih rendah, yakni di kisaran 8% atau 9%.

Langkah ini dilihat sebagai potensi stimulus ekonomi, namun di sisi lain, membawa risiko fiskal yang tidak main-main. Pemerintah pun bersikap hati-hati, dengan keputusan akhir sangat bergantung pada kondisi ekonomi dan hasil reformasi perpajakan.

Artikel ini akan mengulas lebih dalam mengenai alasan di balik pertimbangan penurunan PPN dan kendala yang dihadapi pemerintah.

Baca juga:  Barcode Adalah : Fungsi dan Alasan Menggunakan Barcode

Alasan Pemerintah Mempertimbangkan Penurunan PPN 8%

Usulan penurunan tarif PPN, khususnya ke level 8% atau 9%, didasari oleh beberapa pertimbangan ekonomi strategis. Tujuan utamanya adalah untuk menggerakkan roda perekonomian dari sisi permintaan (demand).

1. Mendorong Daya Beli Masyarakat

Faktor krusial di balik usulan ini adalah untuk meningkatkan daya beli masyarakat. Penurunan PPN secara langsung akan membuat harga barang dan jasa menjadi lebih murah. Hal ini diharapkan dapat memberikan kelegaan ekonomi, terutama bagi segmen masyarakat kelas menengah ke bawah yang sensitif terhadap perubahan harga.

2. Memperkuat Konsumsi Domestik

Ketika daya beli meningkat, konsumsi domestik secara otomatis akan terdorong. Selama ini, konsumsi rumah tangga merupakan motor penggerak utama dan kontributor terbesar bagi Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia. Penguatan konsumsi domestik dianggap sebagai langkah vital untuk menjaga momentum pertumbuhan ekonomi nasional.

Baca juga:  Teks Ulasan: Teks yang Berisi Penilaian Terhadap Sebuah Karya

3. Strategi Pajak Jangka Panjang

Beberapa pihak memandang wacana ini sebagai bagian dari strategi jangka panjang. Tujuannya adalah untuk menata ulang struktur perpajakan Indonesia agar lebih seimbang dan tidak terlalu memberatkan masyarakat, sehingga dapat menciptakan sistem yang lebih sehat dan berkelanjutan di masa depan.

Kendala dan Pertimbangan Hati-hati Pemerintah

Meskipun tujuannya baik, pemerintah tidak bisa gegabah mengambil keputusan. Menteri Keuangan Purbaya Yudi Sadewa telah menegaskan sikap kehati-hatiannya, mengingat dampak signifikan dari setiap perubahan tarif.

1. Potensi Kehilangan Penerimaan Fantastis

Ini adalah kendala terbesar. Menurut perhitungan Kementerian Keuangan, setiap penurunan tarif PPN sebesar 1% diperkirakan dapat menghilangkan penerimaan negara hingga Rp70 triliun.

Jika PPN diturunkan dari 12% ke 8%, artinya ada potensi kehilangan pendapatan sebesar 4% atau sekitar Rp280 triliun. Ini adalah angka yang sangat besar dan akan berdampak langsung pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

2. Menjaga Kesehatan Fiskal Negara

Kehilangan penerimaan dalam jumlah besar akan memengaruhi kemampuan fiskal negara. Pemerintah harus memastikan bahwa APBN tetap sehat dan mampu membiayai belanja prioritas seperti infrastruktur, pendidikan, kesehatan, dan pembayaran utang. Keputusan ini harus diambil tanpa membahayakan stabilitas fiskal.

Baca juga:  Tips Warung Kelontong Tetap Eksis

3. Menunggu Hasil Perbaikan Sistem

Pemerintah tidak akan mengambil keputusan sekarang. Keputusan baru akan diambil setelah melihat hasil perbaikan sistem perpajakan pada kuartal I dan II tahun 2026.

Artinya, pemerintah ingin memastikan terlebih dahulu bahwa basis pajak (tax base) sudah kuat dan kepatuhan wajib pajak (tax ratio) sudah membaik sebelum berani menurunkan tarif.

Menanti Keputusan di Pertengahan 2026

Wacana penurunan tarif PPN ke 8% pada tahun 2026 adalah pertarungan klasik antara stimulus ekonomi jangka pendek dan keamanan fiskal jangka panjang.

Di satu sisi, penurunan PPN adalah “angin segar” yang dapat mendongkrak daya beli dan konsumsi. Di sisi lain, risikonya adalah lubang besar pada penerimaan negara.

Untuk saat ini, semua mata tertuju pada pertengahan 2026. Keputusan akhir pemerintah akan sangat bergantung pada data konkret hasil reformasi perpajakan yang sedang berjalan. Bagi para pelaku usaha, penting untuk terus memantau perkembangan ini karena akan berdampak langsung pada strategi penetapan harga dan forecasting anggaran.

Picture of Ahmad Yani
Ahmad Yani

CEO at Szeto Accurate Consultants | Accounting Service | Digital Business Transformation | Business Integrator | System Integrator

Artikel Terkait &

Saatnya mengalihkan perhatian ke arah pertumbuhan bisnis Anda

Izinkan kami mempercepat dan mengotomatisasi proses akuntansi serta keuangan bisnis, memastikan Anda terus berkembang dengan keyakinan penuh.